Sabtu, 11 April 2015

MEMBACA SAJAK BUNG @SEMENJAK SAMBIL NGOPI

Siang ini saya membaca sekilas linimasa, dan mendapati ada intepretasi pada sajak-sajak bung @semenjak ( salah satu akun sajak yang saya suka selain akun saya sendiri.. :D ). Kebetulan sekali, saat ini saya sedang senang-senangnya membaca apa saja. Dan kali ini, boleh dong saya ikutan membaca salah satu sajaknya.

di dasar cangkir kopi ini: 
apakah yang bebas 
dari kesedihan? 
barangkali kita, 
yang tak memiliki 
apa-apa. ~

Saya seolah sedang berbincang imajiner dengan bung @semenjak , saat sedang seru-serunya ngobrol tentang akun @sajak_cinta tentang @fiksimini tiba-tiba tenggorokan kami berteriak, "kopi, kopi, kopi.." tapi kami mendapati cangkir kami kosong. Tinggal ampas di dasar cangkir. Piye perasaaanmu?

Bung @semenjak berdiri, lalu menunjuk gelas kopi kami, sambil wajahnya mengarah ke saya,

"di dasar cangkir kopi ini: 
apakah yang bebas 
dari kesedihan?"

Yoi, kesedihan adalah suatu bentuk perasaan yang melekat dalam hati manusia sejak dalam kandungan. Dan kesedihan akan mudah sekali datang, saat segala sesuatu dibaca dan dimaknai dengan baper (bawa perasaan).

Kalau saya dan bung @semenjak woles saja dalam menghadapi situasi kopi kami habis, ya kesedihan ga akan punya pintu masuk, ga punya tangga untuk naik ke atas meja kami. Kami pasti akan tertawa begitu saja dan segera memesan kopi lagi, dan tentu saja dengan camilan biar ngobrol imajinernya tambah asik.


Saat semua menu yang kami pesan (lagi) habis, bung @semenjak berdiri kembali,

"apakah yang bebas 
dari kesedihan? 
barangkali kita, 
yang tak memiliki 
apa-apa."

Saya tersenyum. Begitulah perasaan, saat kita menempatkan diri pada ruang dimana kita tak memiliki apa-apa, menyadari bahwa kita memang tak punya apa-apa, maka kita akan terbebas dari kesedihan. Tapi apa bisa? Lha wong manusia itu senengnya meng-aku punya sesuatu kok. Coba saja ada orang ngomong ke kamu dan bilang, "dasar jomblo." Pasti dalam dadamu ada yang berdesir-desir.

Karena siang ini bung @semenjak ada acara, jadi setelah beberapa kopi dibayar, kami berjalan ke depan kedai kopi lelet khas rembang, lalu kami saling meninju lengan. Kami berpisah dan berjanji suatu waktu akan ngopi lagi.

Terima kasih bung @semenjak untuk sajak kopinya yang aduhai, saya suka sajak dan kopimu.

*tinju lengan*



Rabu, 08 April 2015

TULAH



Brak. Ada yang membuka pintu dengan keras.
Arthur mengerjapkan kedua matanya.  Terik sinar matahari dan derap langkah kaki mendekatinya.   

“Ayo bangun, tidur mulu!”

“Kalau mau makan, ya kerja!”

Langkah kaki itu menjauh, lalu mengganjal pintu agar tetap terbuka.
Tapi sinar matahari masih nyaman, menyetubuhi Arthur.

Arthur hanya diam, ia masih berusaha mengumpulkan kesadaran.

Saat hendak mengucek mata, Arthur terperanjat.

“Tanganku?”

“Jemariku?”

Di luar, terdengar percakapan,

“Le, lho ayo sapinya dikeluarkan, gerobak sudah siap.”

“Iya, Mak. Sebentar ya.”

“Sapi?”

Arthur menyapukan pandangan ke semua bagian tubuhnya. Dadanya bergetar hebat.

“Ya Tuhan. Ternyata nasehat Ibu benar. Semalam usai makan aku langsung tidur…”



                                                                 ---tamat---


meja masoka/8 april 2015/ 13.00 wib
100 kata
untuk tantangan menulis #FFRabu di akun @MondayFF



 

Selasa, 07 April 2015

PERJALANAN



Hap
Aku masuk ke dalam bus, bangku-bangku banyak yang sudah terisi, hanya beberapa saja yang masih kosong.  Aku berjejal, berebut jalan dengan tukang koran, penjual makanan minuman ringan, dan beberapa penumpang yang sama denganku, bersegera mendapatkan tempat duduk.  

Hap
Dengan tubuh cekingku, akhirnya aku berhasil menyempil di antara orang-orang dan mendapat satu tempat duduk, dekat jendela pula, perjalanan pulang kampung halaman akan makin menyenangkan. Aku bisa memuaskan pandangku.

Di sebelahku duduk seorang wanita, seumuran dengan ibuku kira-kira.

“Kasihan, wanita seumuran beliau masih bepergian naik bus, sendirian pula.”

“Mungkin menjenguk cucunya, seperti kebiasaan ibu. Walau kakak sudah berulang kali bilang, biar kami yang berkunjung ke rumah ibu..”

“Hmm, namanya juga orang tua.”

“Tapi, syukurlah. Ibu ini sudah dapat tempat duduk, kasihan kalau harus berdiri.”


Setelah membayar tiket, aku arahkan pandanganku ke luar jendela, menyaksikan rumah dan pepohonan yang berlarian.  Hawa sejuk AC lambat laun membuatku tertidur.

Sebuah tepukan di pundak membangunkanku.

“Maaf, Mas. Bisa minta tolong?” Kondektur bus tersenyum kecil.

“Kalau berkenan, tempat duduknya bisa buat ibu ini?” kondektur itu menunjuk seorang ibu muda, sedang hamil.

Aku mengucek mata, “Enak saja!”

Hawa sejuk AC tiba-tiba jadi tak terasa.

---tamat--- 



meja masoka/7 april 2015/13.45 wib

Kamis, 02 April 2015

ROMAN JALANAN



Hey Qays...
Kenapa engkau masih tertidur pulas di kamarku?
televisi berkoar, radio menyalak...
Bukankah Layla telah meninggalkan sebongkah matahari
untuk membangunkanmu...

Hey Qays...
Apakah bantal yang kau pakai basah?
hingga lelap benar tidurmu.
Bukankah Layla telah berkemas
setelah subuh tadi...

Hey Qays...
Sebentar, tunggu sebentar!
Kemana bekal-bekal yang kau bawa dan
kau taruh di sebelah televisi itu, Qays?
Kemana?

Ah Qays...
Engkau benar-benar menyedihkan...

Sudahlah Qays.
Tidur, tidurlah.
Televisi berkoar, radio menyalak...


Kethut R. Purnama 
Semarang, 17 Januari 2007

Rabu, 01 April 2015

ISTRIKU YANG CANTIK




“Kamu selingkuh!”
Mili melempar lipstik dari dalam tas Arthur ke arah dinding.

“Gak, sayang. Aku hanya cinta kamu.”
“Bohong!”
“Bener..”
“Bener selingkuh! Kamu kejam, Mas! Kita baru saja menikah tapi kamu...”

Mili berlari masuk kamar, brak, dibantingnya pintu. Ceklek, ia mengunci dari dalam.

Arthur menghela napas panjang, ia usap keringat yang menderas di wajahnya.
“Haruskah aku jujur tentang semuanya pada istriku, tapi aku sangat mencintainya…”

Arthur melangkah gontai, antara ada dan tiada nyawa dalam raganya.
Ia pungut lipstik yang tadi dibuang Mili, lalu beranjak ke kamar mandi.

Di depan cermin, Arthur mengoles merah bibirnya.
“Mili, aku juga ingin cantik sepertimu…”


---tamat--- 

meja masoka/1 april 2015/13.45 wib
100 kata
untuk tantangan menulis #FFRabu di akun @MondayFF