Aku
berlari melawan arah, menerobos gelombang manusia yang membanjiri jalanan
menuju pusat kota. Berkali-kali aku bertabrakan dan bersinggungan dengan mereka.
Tapi tak apa.
Aku
tahu, mereka semua tergesa-gesa. Sama sepertiku. Mereka ingin segera sampai di
pusat kota. Sedang aku, ingin segera sampai di rumah. Bertemu Bapak dan
mengantarnya menuju pusat kota, di mana sebuah pohon besar dan tua tumbuh
mengakar selama puluhan tahun.
“Bapak
sudah tahu ihwal pohon tua itu?”
Bapak
hanya mengangguk dari atas kursi roda. Ibu tersenyum, tangannya menunjuk
televisi yang menayangkan siaran langsung dari sekitar pohon itu.
“Bapak
tak gendong, nggih?”
Bapak
mengulurkan kedua tangannya. Ibu menyodorkan botol berisi air mineral.
“Bawa
ini, sudah 32 tahun mulut Bapak digantung di sana. Tanpa makan dan minum.”
Hap!
“Pegangan
nggih, Pak.”
Aku
kembali berlari di jalanan, menuju ke pohon besar itu, di mana mulut Bapak
digantung di sana oleh penguasa kota yang hari ini berhasil kami tumbangkan.
--- Tamat ---
Meja Masoka/10 Juni 2016/13.30 WIB
Untuk Pesta Fiksi 04
Tidak ada komentar:
Posting Komentar