Siang ini saya membaca sekilas linimasa, dan mendapati ada intepretasi pada sajak-sajak bung @semenjak ( salah satu akun sajak yang saya suka selain akun saya sendiri.. :D ). Kebetulan sekali, saat ini saya sedang senang-senangnya membaca apa saja. Dan kali ini, boleh dong saya ikutan membaca salah satu sajaknya.
di dasar cangkir kopi ini:
apakah yang bebas
dari kesedihan?
barangkali kita,
yang tak memiliki
apa-apa.
~ @semenjak
Saya seolah sedang berbincang imajiner dengan bung @semenjak , saat
sedang seru-serunya ngobrol tentang akun @sajak_cinta tentang @fiksimini
tiba-tiba tenggorokan kami berteriak, "kopi, kopi, kopi.." tapi kami mendapati cangkir kami kosong. Tinggal ampas di dasar cangkir. Piye perasaaanmu?
Bung @semenjak berdiri, lalu menunjuk gelas kopi kami, sambil wajahnya mengarah ke saya,
"di dasar cangkir kopi ini:
apakah yang bebas
dari kesedihan?"
Yoi, kesedihan adalah suatu bentuk perasaan yang melekat dalam hati manusia sejak dalam kandungan. Dan kesedihan akan mudah sekali datang, saat segala sesuatu dibaca dan dimaknai dengan baper (bawa perasaan).
Kalau saya dan bung @semenjak woles saja dalam menghadapi situasi kopi kami habis, ya kesedihan ga akan punya pintu masuk, ga punya tangga untuk naik ke atas meja kami. Kami pasti akan tertawa begitu saja dan segera memesan kopi lagi, dan tentu saja dengan camilan biar ngobrol imajinernya tambah asik.
Saat semua menu yang kami pesan (lagi) habis, bung @semenjak berdiri kembali,
"apakah yang bebas
dari kesedihan?
barangkali kita,
yang tak memiliki
apa-apa."
Saya tersenyum. Begitulah perasaan, saat kita menempatkan diri pada ruang dimana kita tak memiliki apa-apa, menyadari bahwa kita memang tak punya apa-apa, maka kita akan terbebas dari kesedihan. Tapi apa bisa? Lha wong manusia itu senengnya meng-aku punya sesuatu kok. Coba saja ada orang ngomong ke kamu dan bilang, "dasar jomblo." Pasti dalam dadamu ada yang berdesir-desir.
Karena siang ini bung @semenjak ada acara, jadi setelah beberapa kopi dibayar, kami berjalan ke depan kedai kopi lelet khas rembang, lalu kami saling meninju lengan. Kami berpisah dan berjanji suatu waktu akan ngopi lagi.
Terima kasih bung @semenjak untuk sajak kopinya yang aduhai, saya suka sajak dan kopimu.
*tinju lengan*
Sabtu, 11 April 2015
Rabu, 08 April 2015
TULAH
Brak. Ada yang
membuka pintu dengan keras.
Arthur
mengerjapkan kedua matanya. Terik sinar
matahari dan derap langkah kaki mendekatinya.
“Ayo
bangun, tidur mulu!”
“Kalau
mau makan, ya kerja!”
Langkah
kaki itu menjauh, lalu mengganjal pintu agar tetap terbuka.
Tapi
sinar matahari masih nyaman, menyetubuhi Arthur.
Arthur
hanya diam, ia masih berusaha mengumpulkan kesadaran.
Saat
hendak mengucek mata, Arthur terperanjat.
“Tanganku?”
“Jemariku?”
Di
luar, terdengar percakapan,
“Le,
lho ayo sapinya dikeluarkan, gerobak sudah siap.”
“Iya,
Mak. Sebentar ya.”
“Sapi?”
Arthur
menyapukan pandangan ke semua bagian tubuhnya. Dadanya bergetar hebat.
“Ya
Tuhan. Ternyata nasehat Ibu benar. Semalam usai makan aku langsung tidur…”
---tamat---
meja
masoka/8 april 2015/ 13.00 wib
100
kata
Selasa, 07 April 2015
PERJALANAN
Hap
Aku
masuk ke dalam bus, bangku-bangku banyak yang sudah terisi, hanya beberapa saja
yang masih kosong. Aku berjejal, berebut
jalan dengan tukang koran, penjual makanan minuman ringan, dan beberapa
penumpang yang sama denganku, bersegera mendapatkan tempat duduk.
Hap
Dengan
tubuh cekingku, akhirnya aku berhasil menyempil di antara orang-orang dan
mendapat satu tempat duduk, dekat jendela pula, perjalanan pulang kampung halaman
akan makin menyenangkan. Aku bisa memuaskan pandangku.
Di
sebelahku duduk seorang wanita, seumuran dengan ibuku kira-kira.
“Kasihan, wanita
seumuran beliau masih bepergian naik bus, sendirian pula.”
“Mungkin
menjenguk cucunya, seperti kebiasaan ibu. Walau kakak sudah berulang kali
bilang, biar kami yang berkunjung ke rumah ibu..”
“Hmm, namanya
juga orang tua.”
“Tapi,
syukurlah. Ibu ini sudah dapat tempat duduk, kasihan kalau harus berdiri.”
Setelah
membayar tiket, aku arahkan pandanganku ke luar jendela, menyaksikan rumah dan
pepohonan yang berlarian. Hawa sejuk AC
lambat laun membuatku tertidur.
Sebuah
tepukan di pundak membangunkanku.
“Maaf,
Mas. Bisa minta tolong?” Kondektur bus tersenyum kecil.
“Kalau
berkenan, tempat duduknya bisa buat ibu ini?” kondektur itu menunjuk seorang
ibu muda, sedang hamil.
Aku
mengucek mata, “Enak saja!”
Hawa sejuk AC tiba-tiba jadi tak terasa.
---tamat---
meja masoka/7 april 2015/13.45 wib
Kamis, 02 April 2015
ROMAN JALANAN
Hey Qays...
Kenapa engkau masih tertidur pulas di kamarku?
televisi berkoar, radio menyalak...
Bukankah Layla telah meninggalkan sebongkah matahari
untuk membangunkanmu...
Hey Qays...
Apakah bantal yang kau pakai basah?
hingga lelap benar tidurmu.
Bukankah Layla telah berkemas
setelah subuh tadi...
Hey Qays...
Sebentar, tunggu sebentar!
Kemana bekal-bekal yang kau bawa dan
kau taruh di sebelah televisi itu, Qays?
Kenapa engkau masih tertidur pulas di kamarku?
televisi berkoar, radio menyalak...
Bukankah Layla telah meninggalkan sebongkah matahari
untuk membangunkanmu...
Hey Qays...
Apakah bantal yang kau pakai basah?
hingga lelap benar tidurmu.
Bukankah Layla telah berkemas
setelah subuh tadi...
Hey Qays...
Sebentar, tunggu sebentar!
Kemana bekal-bekal yang kau bawa dan
kau taruh di sebelah televisi itu, Qays?
Kemana?
Ah Qays...
Engkau benar-benar menyedihkan...
Sudahlah Qays.
Tidur, tidurlah.
Televisi berkoar, radio menyalak...
Ah Qays...
Engkau benar-benar menyedihkan...
Sudahlah Qays.
Tidur, tidurlah.
Televisi berkoar, radio menyalak...
Kethut R. Purnama
Semarang, 17 Januari 2007
Rabu, 01 April 2015
ISTRIKU YANG CANTIK
“Kamu
selingkuh!”
Mili
melempar lipstik dari dalam tas Arthur ke arah dinding.
“Gak,
sayang. Aku hanya cinta kamu.”
“Bohong!”
“Bener..”
“Bener
selingkuh! Kamu kejam, Mas! Kita baru saja menikah tapi kamu...”
Mili
berlari masuk kamar, brak, dibantingnya pintu. Ceklek, ia mengunci dari dalam.
Arthur
menghela napas panjang, ia usap keringat yang menderas di wajahnya.
“Haruskah aku
jujur tentang semuanya pada istriku, tapi aku sangat mencintainya…”
Arthur
melangkah gontai, antara ada dan tiada nyawa dalam raganya.
Ia
pungut lipstik yang tadi dibuang Mili, lalu beranjak ke kamar mandi.
Di
depan cermin, Arthur mengoles merah bibirnya.
“Mili,
aku juga ingin cantik sepertimu…”
meja masoka/1 april 2015/13.45 wib
100 kata
untuk tantangan menulis #FFRabu di akun @MondayFF
---tamat---
meja masoka/1 april 2015/13.45 wib
100 kata
untuk tantangan menulis #FFRabu di akun @MondayFF
Langganan:
Postingan (Atom)