Cinta telah menjadi sabda.
Tumbuh di reranting bahagia,
luruh di telaga air mata.
Demi segala yang purba,
cinta telah menyabda air mata,
dan tafsir-tafsirlah dengan segala
yang kau punya.
Jalan sunyi jalan lengang yang kau pilih
untuk sembunyi, di seberang jalan,
kudengar ‘aduh’ mengambang di kata-kata.
Gaduh dalam tubuhmu
diberkati anak-anak waktu
yang kau biarkan lari-mengikuti
langkah kaki kirimu.
Dalam kepala orang-orang kiri,
rumah sakit jiwa tegak berdiri;
penghuninya menjelma gema,
melahirkan kutu katakata.
Dan demi malam yang menyala kata,
skizofrenia menahan insomnia
sampai pagi
sampai mati.
Sebab apatah tak memerlu sudah;
semesta kata
semesta makna.
---
meja masoka/jepara, 2 oktober 2014
: untuk agung july
Tidak ada komentar:
Posting Komentar